Unsur-unsur pembangun Karya Sastra (fiksi), berupa:
1. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah yang melahirkan peristiwa (Saleh Saad dalam Lukman Ali, 1967: 122). Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Tokoh sentral atau tokoh utama
(2) Tokoh periferal atau tokoh tambahan
(Suminto, 1988: 31)
Menurut Saleh Saad (1978:i-ii) penggambaran watak atau karakter tokoh cerita bisa disampaikan pengarang kepada pembaca dengan dua cara, uraian (telling) dan ragaan (showing). Uraian adalah pengarang menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. Sementara ragaan (showing) adalah metode penokohan dimana pengarang membiarkan tokoh memperkenalkan dirinya sendiri pada pembaca melalui kata-kata, tindakan dan perbuatan tokoh itu sendiri di dalam cerita.
2. Alur dan Pengaluran
Menurut Mochtar Lubis (dalam Soediro Satoto, 1986: 35-36), alur terdiri atas:
(1) Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
(2) Generating circumstances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)
(3) Rising action (keadaan mulai memuncak)
(4) Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya), dan
(5) Denouement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa).
Berdasarkan tekniknya, alur dibedakan menjadi, alur maju (progresif), alur mundur (regresif), dan alur campuran.
Alur cerita fiksi dianggap baik apabila mengandung unsur-unsur berikut:
a. Plausibility ‘kemasukakalan’
Cerita berjalan secara masuk akal, saling berkaitan, dan terdapat hukum sebab akibat yang sifatnya alamiah. Misalnya, menceritakan seorang anak petani miskin buta huruf yang menjadi presiden. Harus ada sebuah titik cerita yang menjadi alasan kuat terjadinya perubahan tersebut.
b. Suprise ‘kejutan’
Cerita yang menarik seharusnya tidak hanya datar dan menjemukan. Ada kejutan-kejutan yang membuat pembaca tertarik mengikuti cerita hingga selesai.
c. Suspense ‘penasaran’
Timbulkan rasa penasaran pembaca pada akhir cerita dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak.
d. Unity ‘keutuhan’
Antara awal cerita, tengah, dan akhir cerita adalah sebuah rangkaian yang utuh dan saling terkait.
3. Latar dan Pelataran (setting)
Latar ialah waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa. Suminto A. Sayuti (1988: 60) mengemukakan bahwa paling tidak ada empat unsur yang membnetuk latar fiksi, yaitu:
(1) Lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya topografi, scenery ‘pemandangan’ tertentu, dan juga detil-detil interior sebuah ruangan atau kamar.
(2) Pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari.
(3) Waktu terjadinya action ‘peristiwa’ (tindakan), termasuk di dalamnya periode historis, musim, tahun dan sebagainya.
(4) Lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-tokohnya.
Latar belakang atau setting yang disajikan penulis tidak berlaku sebagai background semata, tetapi juga menjadi unsur pendukung yang memiliki peran penting menghidupkan sebuah cerita fiksi.
4. Sudut Pandang
Macam-macam sudut pandang yang dikemukakan S. Tasrif dalam Teknik Mengarang karya Moctar Lubis, terdapat 4 kemungkinan, yakni:
(1) Author Omniscient, pengarang menggunakan kata “dia” untuk tokoh utama, tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
(2) Author Participant, pengarang turut serta dalam bagian cerita menggunakan kata “aku” baik sebagai tokoh utama maupun peran pembantu dalam cerita.
(3) Author Observer, pengarang sebagai peninjau, seolah-olah ia tidak dapat membaca jalan pikiran pelaku atau tokoh cerita.
(4) Multiple atau campuran, perpaduan antara unsur-unsur di atas.
5. Gaya Bahasa dan Nada
Gaya bahasa meliputi pemilihan kata, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang persoalan, dan sebagainya. Menurut Suminto A. Sayuti (1988: 78) mengatakan bahwa gaya merupakan sarana sedangkan nada merupakan tujuan. Gaya bahasa adalah ciri khas pengarang.
Sumber : http://id.shvoong.com/how-to/writing/2171113-unsur-unsur-pembangun-fiksi/
Tokoh adalah yang melahirkan peristiwa (Saleh Saad dalam Lukman Ali, 1967: 122). Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1) Tokoh sentral atau tokoh utama
(2) Tokoh periferal atau tokoh tambahan
(Suminto, 1988: 31)
Menurut Saleh Saad (1978:i-ii) penggambaran watak atau karakter tokoh cerita bisa disampaikan pengarang kepada pembaca dengan dua cara, uraian (telling) dan ragaan (showing). Uraian adalah pengarang menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. Sementara ragaan (showing) adalah metode penokohan dimana pengarang membiarkan tokoh memperkenalkan dirinya sendiri pada pembaca melalui kata-kata, tindakan dan perbuatan tokoh itu sendiri di dalam cerita.
2. Alur dan Pengaluran
Menurut Mochtar Lubis (dalam Soediro Satoto, 1986: 35-36), alur terdiri atas:
(1) Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
(2) Generating circumstances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)
(3) Rising action (keadaan mulai memuncak)
(4) Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya), dan
(5) Denouement (pengarang memberikan pemecahan sosial dari semua peristiwa).
Berdasarkan tekniknya, alur dibedakan menjadi, alur maju (progresif), alur mundur (regresif), dan alur campuran.
Alur cerita fiksi dianggap baik apabila mengandung unsur-unsur berikut:
a. Plausibility ‘kemasukakalan’
Cerita berjalan secara masuk akal, saling berkaitan, dan terdapat hukum sebab akibat yang sifatnya alamiah. Misalnya, menceritakan seorang anak petani miskin buta huruf yang menjadi presiden. Harus ada sebuah titik cerita yang menjadi alasan kuat terjadinya perubahan tersebut.
b. Suprise ‘kejutan’
Cerita yang menarik seharusnya tidak hanya datar dan menjemukan. Ada kejutan-kejutan yang membuat pembaca tertarik mengikuti cerita hingga selesai.
c. Suspense ‘penasaran’
Timbulkan rasa penasaran pembaca pada akhir cerita dengan alur cerita yang tidak mudah ditebak.
d. Unity ‘keutuhan’
Antara awal cerita, tengah, dan akhir cerita adalah sebuah rangkaian yang utuh dan saling terkait.
3. Latar dan Pelataran (setting)
Latar ialah waktu, tempat, atau lingkungan terjadinya peristiwa. Suminto A. Sayuti (1988: 60) mengemukakan bahwa paling tidak ada empat unsur yang membnetuk latar fiksi, yaitu:
(1) Lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya topografi, scenery ‘pemandangan’ tertentu, dan juga detil-detil interior sebuah ruangan atau kamar.
(2) Pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari.
(3) Waktu terjadinya action ‘peristiwa’ (tindakan), termasuk di dalamnya periode historis, musim, tahun dan sebagainya.
(4) Lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-tokohnya.
Latar belakang atau setting yang disajikan penulis tidak berlaku sebagai background semata, tetapi juga menjadi unsur pendukung yang memiliki peran penting menghidupkan sebuah cerita fiksi.
4. Sudut Pandang
Macam-macam sudut pandang yang dikemukakan S. Tasrif dalam Teknik Mengarang karya Moctar Lubis, terdapat 4 kemungkinan, yakni:
(1) Author Omniscient, pengarang menggunakan kata “dia” untuk tokoh utama, tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
(2) Author Participant, pengarang turut serta dalam bagian cerita menggunakan kata “aku” baik sebagai tokoh utama maupun peran pembantu dalam cerita.
(3) Author Observer, pengarang sebagai peninjau, seolah-olah ia tidak dapat membaca jalan pikiran pelaku atau tokoh cerita.
(4) Multiple atau campuran, perpaduan antara unsur-unsur di atas.
5. Gaya Bahasa dan Nada
Gaya bahasa meliputi pemilihan kata, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang persoalan, dan sebagainya. Menurut Suminto A. Sayuti (1988: 78) mengatakan bahwa gaya merupakan sarana sedangkan nada merupakan tujuan. Gaya bahasa adalah ciri khas pengarang.
Sumber : http://id.shvoong.com/how-to/writing/2171113-unsur-unsur-pembangun-fiksi/
0 komentar:
Posting Komentar